Cari Blog Ini

Rabu, 14 Desember 2011

pesan untuk guru yang profesional

 

Guru Mulia karena Mental dan Imajinasi

Kamis, 08 Desember 2011 11:17 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, TANGSEL - Tak salah bila guru mendapat predikat pahlawan tanpa tanda jasa. Sebab, melalui jasa guru, sebuah generasi pembangun peradaban disiapkan. Di tangan guru pula, sebuah nasib bangsa dipertaruhkan.

Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Komaruddin Hidayat, mengatakan ada dua hal mengapa guru menjadi profesi yang mulia. Kedua hal itu adalah mental dan imajinasi.

"Formula klasik tugas sebuah guru adalah mengantarkan hidup seorang anak yang mungkin tidak akan dialami guru," kata dia saat menjadi keynote speaker acara "Guru Kreatif Pendidikan Berkualitas Lembaga Pendidikan Insani Dompet Dhuafa'' di Wisma Syahida, UIN Syarif Hidayatullah, Ciptutat, Tangerang Selatan, Kamis (8/11).

Mental misalnya. Setiap guru akan membekali seorang anak sebuah mental yang kuat. Kalau itu tidak terbentuk, berarti guru dianggap gagal melaksanakan tugasnya.

"Kita tidak tahu seperti apa masa depan. Sementara, kunci untuk menghadapi masa depan adalah mental yang kuat. Tanpa itu, anak-anak akan goyah," kata dia.

Karena itu, Komaruddin meminta para guru untuk memperbanyak pengetahuan melalui mengajak anak bercerita, berbagi pengalaman, dan motivasi. Dengan demikian, anak-anak telah memiliki modal untuk melalui perubahan zaman.

Imajinasi

Menurut Komaruddin, guru juga harus menanamkan imajinasi atau mimpi kepada anak didiknya. Guru itu mengajarkan anak berani untuk bermimpi besar.

"Yang saya rasakan, mimpi itu melahirkan imajinasi, imajinasi melahirkan kreasi, kreasi segera melahirkan kenyataan," kata dia.

Sewaktu kecil, kenangnya, ia diminta untuk menulis mimpi apa saja. Lalu, para guru membimbingnya dan mengarahkan tulisan itu lebih berstruktur. Selanjutnya, tulisan itu dibacakan di depan teman-teman. "Luar biasa, banyak hal yang didapat dari belajar berimajinasi," ungkapnya.

Jadi, tambah Komaruddin, guru harus menciptakan suasaana bahagia dan menyenangkan. Mereka harus mampu menciptakan mimpi dan imajinasi. "Columbus menjelajah karena mimpi dan imajinasi. Demikian pula dengan inovator-inovator yang berhasil karena mimpi dan imajinasi," katanya.

Banyak imajinasi yang merontokan batas-batas ketidakmungkinan. Maka dari itu, tugas guru menghidupkan imajninasi. "Dunia ini tidak linier, tapi dinamis," pungkasnya.

Acara training “Guru Kreatif Pendidikan Berkualitas” diselenggarakan oleh Lembaga Pendidikan Insani Dompet Dhuafa (LPI DD) secara gratis kepada 500 guru honorer se-Jabodetabek. Kegiatan ini adalah yang keempat kali sejak digelar pada 2008.
Redaktur: Didi Purwadi
Reporter: Agung Sasongko




Tiga Kategori Guru: Guru Nyasar, Guru Bayar dan Guru Sadar

Kamis, 08 Desember 2011 12:57 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, TANGSEL - Indonesia memiliki jumlah guru sebanyak 3.4 juta orang. Dari sekian juta guru tersebut, mereka terbagi menjadi tiga ketegori.

Aris Setyawan, motivator muda Indonesia, menjelaskan ketiga kategori itu adalah kategori guru nyasar, guru bayar dan guru sadar.

"Ketiga kategori ini nyata dan dimiliki oleh Indonesia," kata dia saat mengisi sesi motivator "Guru Kreatif Pendidikan Berkualitas" di Wisma Syahida, UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangsel, Kamis (8/12).

Kategori pertama misalnya. Guru tipe ini merupakan sosok yang hanya melihat guru sebagai sebuah profesi alternatif di tengah kesulitan mencari kerja. "Tipe ini yang penting kerja, memberikan materi seadanya, pasang muka "killer", dan selalu memarahi muridnya dengan kata-kata yang tidak seharusnya terucap," kata dia.

Kategori kedua adalah guru bayar. Menurut Ari, guru ini memiliki tipikal di awal bulan penuh semangat mengajar. Tapi di akhir bulan, tipe ini pun lemas.

Biasanya guru kategori ini tidak pernah menghafal nama anak didiknya. "Bila diumpamakan, ada uang aku sayang, tidak ada uang aku melayang," ujarnya.

Terakhir adalah guru sadar. Guru kategori ini akan memposisikan diri sebagai orang tua. Anak didiknya dianggapnya sebagai anak kandungnya sendiri. Ia sadar bergaji kecil, tapi lebih mengharapkan gaji yang cair di akhirat. Ia juga kenal dekat dengan siswa dan orang tuanya.

"Guru ini mampu menyenangkan dan menggerakan semangat siswanya," kata dia.

Harapanya, lanjut Ari, anak-anak didik Indonesia mendapat guru sadar. Kalaupun ada guru nyasar dan bayar, harapannya berubah menjadi guru sadar.

"Tanpa guru, apa jadinya negara ini. Tapi kembali lagi, apakah anda semua ingin menjadi guru nyasar, bayar atau sadar,'' katanya. ''Semua itu tergantung nurani dan ketulusan anda saat memilih profesi guru."

Redaktur: Didi Purwadi
Reporter: Agung Sasongko

Tidak ada komentar:

Posting Komentar